MAKALAH
HAJI
Disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Fiqh
Dosen Pengampu : M. Ircham, LC., M.Pd.
I.
Disusun oleh :
1. Ma’rifah (63040190181)
2. Dewi Rahmawati (63040190185)
3. Nafa
Mukti Kusuma Dewi (63040190189)
PROGRAM
STUDI S1 MANAJEMEN BISNIS SYARIAH KELAS 2E
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
TAHUN
AKADEMIK 2020
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita haturkan kepada Allah
SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya lah makalah yang berjudul HAJI ini dapat
selesai dengan tepat waktu. Adapun tujuan pembuatan makalah ini selain menambah
wawasan pengetahuan adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh yang
diampu oleh Bapak M. Ircham, LC., M.Pd. I.
Makalah ini ditulis dari hasil
penyusunan data-data sekunder yang diperoleh dari buku-buku panduan dan
informasi media massa yang berhubungan dengan judul makalah ini. Tidak lupa
ucapan terima kasih kepada Dosen atas bimbingan dan arahan dalam penulisan
makalah ini, juga pada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun menyadari makalah ini jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik yang membangun, dan saran dari pembaca
sangatlah dihargai. Penyusun sangat beharap bahwa makalah ini dapat memberikan
kontribusi berharga bagi para pembaca.
Salatiga, 4 April 2020
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
C. Tujuan Makalah...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
dan Hukum Haji........................................................................ 3
B. Latar Belakang Sejarah Haji.................................................................... 4
C. Rukun
dan Wajib Haji............................................................................. 5
D. Larangan dan Sunnah
Haji.................................................................... 10
E. Cara
Pelaksanaan Ibadah Haji............................................................... 12
F. Hikmah Ibadah Haji.............................................................................. 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................ 16
B. Kritik dan Saran.................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
.................................................................................... 17
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Haji adalah
rukun Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa. Menunaikan
ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslimin
sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan
melaksanakan beberapa kegiatan dibeberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu
yang dikenal sebagai musim haji pada bulan Dzulhijjah. Hal ini berbeda dengan
ibadah umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu. Kegiatan inti ibadah haji
dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf
(berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah dan berakhir setelah
melempar jumrah pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Secara
lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. Menurut etimologi
bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan
menyengaja. Menurut istilah syara’, haji ialah menuju ke Baitullah dan
tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah definisi dan hukum haji?
2. Bagaimana latar belakang sejarah haji?
3. Apa saja rukun dan wajib haji?
4. Apa saja larangan dan sunnah haji?
5. Bagaimana cara pelaksanaan ibadah haji?
6. Apa saja hikmah ibadah haji?
C.
Tujuan
Masalah
Setelah membaca
dan mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Mengetahui definisi dan hukum haji
2. Mengetahui latar belakang dan sejarah haji
3. Mengetahui rukun dan wajib haji
4. Mengetahui larangan dan sunnah haji
5. Mengetahui cara pelaksanaan ibadah haji
6. Mengetahui hikmah dari ibadah haji
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Definisi dan Hukum Haji
Al-hajj secara etimologi berarti tujuan,
maksud dan menyengaja. Dalam arti terminology, haji berarti bermaksud dengan
sengaja mengunjungi Baitullah (Ka’bah) menurut syarat-syarat dan rukun-rukun
yang tertentu, karena memenuhi panggilan Allah semata.
Hukum melaksanakan ibadah haji hanyalah
diwajibkan sekali dalam seumur hidup manusia. Sebagaimana dalam hadits
Rasulullah Saw yang diriwayatkan dari Abu Hurairah :
“Rasulullah Saw berkhotbah kepada kami. Katanya : Wahai
manusia! Allah telah memfardhukan haji bagi kamu, maka laksanakanlah! Kemudian
seseorang bertanya : Apakah haji itu dikerjakan setiap tahun ya Rasulullah?
Rasulullah Saw kemudian diam, sampai laki-laki itu mengulang pertanyaan itu
tiga kali. Kemudian Rasulullah Saw bersabda : Kalau saya katakan benar, pasti
akan wajib setiap tahun, tetapi kalian tidak akan mampu”. (HR. Ahmad bin
Hanbal, Muslim dan al-Nasai). Dalam hadits lain Rasulullah Saw bersabda :
“Ikutilah amalan haji dengan umrah karena kedua amalan itu meniadakan sifat
kikir dan dosa sebagaimana ahli logam membuang karat dari besi, perak dan emas.
Tiada lain pahala yang diterima haji yang mabrur, kecuali surga”.
(HR. al-Tirmidzy, al-Nasai dan Ibnu Majah dan
Ibnu Mas’ud).
Terdapat perbedaan yang mendasar antara haji dan umrah. Ibadah haji dilakukan
pada waktu-waktu yang tertentu, yaitu dibulan-bulan haji. Sedangkan umrah boleh
dilakukan di bulan-bulan haji (dapat dilakukan bebarengan dengan ibadah haji),
atau dilakukan diluar bulan haji (kapan saja). Ibadah haji melakukan wuquf di
Arafah, sedangkan ibadah umrah tidak perlu melakukannya.
B. Latar
Belakang Sejarah Haji
Pelaksanaan ibadah haji ditetapkan
sepenuhnya oleh Rasulullah Saw, berdasarkan petunjuk Allah. Praktek
pengamalannya pada prinsipnya menapaktilasi perjalanan Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail As.
Setelah Nabi Ibrahim As membangun
Baitullah, menyuruh anak cucunya bertempat tinggal disekitarnya. Sejak itulah
orang-orang Arab melakukan haji ke Baitullah dan hal itu dilakukan terus
menerus dengan prinsip beribadah hanya mengharap ridho Allah tanpa
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Sebagaimana ayat berikut (QS.
Al-Baqarah 2:127) : “Dan (ingatlah)
ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail
(seraya berdoa) : Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Setelah beberapa abad kemudian, mereka
melakukan perubahan tatacara ibadah haji sebagaimana dilakukan pada Nabi Musa
As. Dengan perubahan itu, mereka mempersekutukan Allah dengan berhala-berhala,
mengangkat berhala di atas Baitullah dan meletakkan di sekeliliingnya. Mereka
meminta pertolongan kepada berhala dan menjadikannya sebagai pemeberi syafa’at
selain Allah. Mereka menyembelih hewan qurban untuk berhala dan menyebut
nama-nama berhala ketika menyembelih. Mereka melakukan thawaf dengan telanjang
dan sebagian mereka tidak melakukan wuquf di Arafah bersama yang lain, karena
mereka merasa derajatnya di atas derajat manusia yang lain, sebab mereka
mempunyai kewenangan mengurus Baitullah.
Hamka menjelaskan dengan lebih detail,
yaitu bahwa sebelum negeri Mekkah ditaklukan oleh Rasulullah dan kaum Muslimin
pada tahun ke 8 hijriah, maka pada tahun ke 7 hijriah sudah berlaku juga
umratul qadha, pengganti umrah yang tidak jadi pada tahun ke 6 hijriah, padahal
di Mekkah masih ada berhala, di Ka’bah masih terdapat 360 berhala.
Bahkan di bukit Shafa, masih terdapat
berhala Lata sehingga menghalangi orang Islam yang datang untuk melakukan
ritual Sa’i (berjalan cepat antara Shafa dan Marwah). Maka ada sahabat
Rasulullah yang ragu-ragu tentang Sa’i di antara Shafa dan Marwah itu karena
melihat masih ada berhala lata berdiri di sana. Lalu datanglah ayat, bahwa Sa’i
di antara Shafa dan Marwah itu tidak ada halangan diteruskan sebab kita
melakukan Sa’i itu semata-mata ibadah karena Allah.
Kerena terdapat berbagai perubahan
itulah maka diutuslah Nabi Muhammad Saw, yang dengan tegas mengatakan
bahwasannya kedatangannya adalah hendak membangkitkan kembali ajaran asli Nabi
Ibrahim, ajaran Hanif dan Muslim. Lurus menuju Allah dan berserah diri
kepada-Nya. Maka kedatangan Nabi Muhammad adalah memperkuat kemabli ajaran Nabi
Ibrahim itu, menghidupkan kembali sendi pokok ajaran beliau. Oleh sebab itu,
Ka’bah bukanlah semata-mata sebuah rumah kuno yang antikdan menjadi sekedar
tujuan wisata rohani bagi wisatawan. Oleh sebab itu Nabi Muhammad Saw
meneruskan perintah Allah atas Nabi Ibrahim, agar semua manusia datang ke
tempat itu.
C. Rukun dan Wajib Haji
Rukun haji adalah perbuatan yang harus
dikerjakan yang tidak boleh digantikan dengan satupun. Sehingga jika tertinggal
salah satunya mengakibatkan tidak sah hajinya. Sedangkan wajib haji ialah
sesuatu yang harus dikerjakan namun bila tertinggal salah satunya karena
sesuatu hal, boleh diganti dengan membayar dam (denda yang harus
dibayarkan/ditunaikan sesuai dengan ketentuan yang telah tercapai).
Rukun
haji ada enam, yaitu :
1. Ihram
Ihram
adalah berniat mulai mengerjakan haji atau umrah, dengan memakai pakaian ihran
(warna putih). Pakaian ihram laki-laki tidak berjahit, namun bagi wanita boleh
berjahit.
2. Wuquf di Arafah
Wuquf
adalah berhenti (hadir) di padang Arafah pada waktu yang ditentukan, yang mulai
dari tergelincir matahari (waktu zhuhur) tanggal 9 Dzulhijjah sampai terbit
fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Artinya orang yang sedang mengerjakan haji itu
wajib berada di padang arafah pada waktu tersebut. Dalam sebuah sabda
Rasulullah Saw, diterangkan :
“Dari Abd al-Rahman bin
Ya’mur, bahwasannya orang-orang Nejd telah datang kepada Raulullah Saw, sewaktu
beliau sedang wuquf di Arafah. Mereka bertanya kepada beliau, maka beliau
kemudian menyuruh orang supaya mengumumkan : “Haji itu Arafah.” Artinya, yang
terpenting urusan haji iaslah hadir di Arafah. Barangsiapa yang datang pada
malam sepuluh sebelum terbit fajar, sesungguhnya ia telah mendapat waktu yang
sah” (HR. Lima Ahli Hadits).
Dari
hadits tersebut, bahwasannya kehadiran di padang Arafah pada waktu-waktu yang
telah ditentukan itu penting, karena inti haji adalah Arafah. Dan Wuquf inilah
yang menjadi pokok perbedaan haji dengan umrah, bahwa dalam pelaksanaan ibadah
umrah tidak diharuskan melakukan wuquf di Arafah.
3. Thawaf
Thawaf
ialah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Adapun macam-macam thawaf
sebagai berikut :
a.
Thawaf ifadah, yaitu thawaf yang merupakan rukun
haji.
b.
Thawaf qudum, yaitu tawaf yang dilakukan
jama’ah haji ketika baru sampai di masjidil haram.
c.
Thawaf wada’, yaitu tawaf yang dilakukan
jama’ah haji ketika ingin pulang ke tanah air.
d.
Thawaf tahallul, yaitu thawaf untuk
menghalalkan larangan haji ketika ihram.
e.
Yhawaf nazar, yaitu thawaf dalam rangka menunaikan nazar.
f.
Thawaf sunnah, yaitu thawaf yang
dilakukan pada setiap kesempatan yang memungkinkan kita memasuki masjidil
haram.
Cara
melakukan thawaf ialah :
a.
Harus suci dari hadats dan najis.
b.
Menutup aurat.
c.
Ka’bah berada di sebelah kiri orang yang
thawaf..
d.
Memulai thawaf dari Hajar al-Aswad (batu
hitam) yang ada di salah satu sudut Ka’bah yang dinamakan Rukun Yamani, dengan
cara menyapunya (kalau dapat, bahkan bolehmenciumnya, namun kalau tidak dapat
cukup dengan melambaikan tangan sewaktu berada di arah Hajar al-Aswad
tersebut).
e.
Thawaf itu dilakukan tujuh kali (dari
Hajar al-Aswad ke Hajar al-Aswad terhitung satu kali).
Meakukan thawaf hendaknya berada berada
di dalam Masjid al-Haram. Sewaktu Thawaf membaca : “Mahasuci Allah, segala puji bagi-Nya, tiada Tuhan melainkan Allah,
Allah Maha Besar, tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah”.
4. Sa’i
Sa’i
ialah berlari-lari kecil di antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali,
dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah. Dimana pada saat ini, jarak di
antara dua bukit ini telah dibuatkan penghubung berupa atap dan berlantai
marmer, sehingga orang-orang yang melakukan sa’i tidak lagi merasa kepanasan
oleh teriknya matahari.
5. Tahallul
Tahallul
ialah penghalalan atas beberapa larangan dalam ibadah haji dengan cara
menggunting rambut minimal tiga helai. Tahallul ada dua macam, yaitu Tahallul
pertama adalah penghalalan atas beberapa larangan haji seperti bolehnya melepas
pakaian ihram, menggunting kuku, memakai wangi-wangian, menutup kepala. Setelah
tahallul pertama, pelaksanaan rukun haji telah selesai, namun wajib hajinya
belum selesai. Tahallul kedua adalah penghalalan atas keseluruhan larangan
dalam ibadah haji, seperti melakukan akad nikah.
6. Tertib
Yaitu
menertibkan urutan pelaksanaan rukun, yang dahulu didahulukan, yang kemudian
dikemudiankan, seperti melakukan thawaf lebih didahulukan daripada melakukan
sa’i dan seterusnya.
Adapun
wajib haji ada tujuh, yaitu:
1. Ihram
dari miqat
Miqat
ada dua macam, yaitu miqat zamani dan miqat makani. Miqat zamani, adalah waktu
berniat haji, yakni sejak awal bulan Syawal sampai terbit fajar tanggal 10
Dzulhijjah. Miqat makani adalah tempat-tempat yang telah ditentukan untuk
melakukan ihram, seperti Yamlam, Dzulhulaifah, Juhfah, Qarn al-Manazil, Dzatu
Irqin, Birr Ali, Jeddah dan lain-lain.
Secara
lebih terperinci, Sulaiman Rasyid menerangkan mengenai miqat makani ini sebagai
berikut:
a) Mekkah ialah miqat bagi orang-orang yang
tinggal di Mekkah. Maka penduduk Mekkah yang hendak berhaji, hendaklah mereka
ihram dari rumah masing-masing.
b) Zulhulaifah adalah miqat bagi orang-orang
yang datang dari arah Madinah dan negeri-negeri yang sejajar dengan Madinah.
c) Juhfah adalah miqat bagi orang-orang yang datang
dari Mesir, Maghribi dan negeri-negeri yang sejajar dengannya. Juhfah itu
sendiri merupakan kampong di antara Mekkah dan Madinah yang kini telah lenyap.
Oleh karena itu miqat ditentukan di kampong yang dekat dengannya yaitu kampong
Rabig.
d) Yalamlam adalah suatu bukit, miqat bagi
orang yang datang dari arah Yaman, Indian, Indonesia dan negeri-negeri yang
sejajar dengannya.
e) Qarnul Manazil adalah miqat bagi orang yang
datang dari arah Najd serta negeri-negeri yang sejajar dengannya.
f) Dzatu Irqin adalah miqat bagi orang yang
datang dari arah Iraq dan negeri-negeri yang sejajar dengannya.
g) Bagi orang yang tinggal di daerah antara
Mekah dan miqat-miqat tersebut diatas, maka miqat mereka adalah di daerahnya
masing-masing.
2. Bermalam
di Muzdalifah
Maksudnya
adalah setelah melakukan wuquf di Arafah, para jama’ah melakukan perjalanan
menuju Muzdalifah dan malam itu (malam 10 Dzulhijjah) hendaknya bermalam di
Muzdalifah, jangan melanjutkan perjalanan (karena yang melanjutkan dikenakan
denda/dam). Yang dilakukan di Muzdalifah di waktu malam itu adalah
mencari/mengambil batu-batu kerikil dengan menggunakan lentera atau lampu
senter untuk melontar jumrah di Mina keesokan harinya.
3. Melontar
Jumrah al-Aqabah
Melontar
jumrah adalah melempar suatu jumroh yang dinamai Jumrah al-Aqabah. Penentuan
miqat ini ditetapkan oleh Rasulullah. Namun, karena situasi dan kondisi dan
demi kenyamanan jama’ah haji, maka ketentuan berikutnya diterapkan oleh
Pemerintah Arab Saudi dan sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan situasi dan
kondisi.
Jumrah
ada tiga, berbentuk tiga buah tugu sebagai pelambang syaitan (yang dulu
menggoda Nabi Ibrahim, Ismail dan Siti Hajar. Yaitu sewaktu Ibrahim hendak
menyembelih Ismail atas perintah Allah. Ketiganya digoda oleh syaitan agar
tidak melakukannya, namun ketiga orang tersebut tidak tergoda dan masing-masing
melempari syaitan dengan batu sebanyak tujuh lontaran batu kerikil. Pelontaran
terhadap Jumrah al-Aqabah ini dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah yakni di
hari Raya Idul Adha.
4. Melontar
Tiga Jumrah
Ketiga
jumrah dilontar masing-masing dengan tujuh buah batu kerikil, yang dilakukan
pada hari Tasyrik, yakni tanggal 11,12, dan 13 Dzulhijjah. Pelontaran terhadap
ketiga jumrah itu hendaknya berurutan, mulai Jumrah al-Ula, kemudian Jumrah al-Wushta
dan terakhir Jumrah al-Aqabah.
5. Bermalam
di Mina
Yaitu
bermalam di Mina selama tiga hari, yaitu dihari-hari tasyriq, tempat dimana
terletak ketiga jumrah. Jarak Mina dengan Mekkah sekitar 5km. dalam sebuah
hadits yang yang diriwayatkan oleh Aisyah Ummul Mukminin, Ia berkata :
“Rasulullah Saw, telah tinggal di Mina selama hari tasyriq, beliau melontar
jumrah apabila matahari telah cenderung ke sebelah Barat, tiap-tiap jumrah
dilontar dengan tujuh batu kerikil” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
6. Thawaf
Wada’
Yaitu
mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, sebagaimana cara melakukan Thawaf
Ifadhah. Thawaf Wada’ ini adalah thawaf perpisahan sebagai symbol perpisahan
melakukan ibadah haji. Setelah itu para jama’ah haji melakukan tahallul kedua,
yang merupakan pembebasan atas seluruh larangan haji.
7. Meninggalkan
larangan haji
Yaitu
menjauhkan diri dari segala larangan (muharramat) dalam pelaksanaan ibadah
haji.
D. Larangan dan Sunnah Haji
Beberapa
larangan dan konsekuensi denda karena melanggar larangan adalah sebagai
berikut:
1. Memakai pakaian yang berjahit (bagi kaum
pria).
2. Menutup kepala (bagi kaum pria).
3. Menutup muka dan telapak tangan (bagi
perempuan).
4. Memakai
wangi-wangian setelah ihram (baik laki-laki maupun perempuan).
5. Menghilangkan rambut atau bulu badan yang
lain.
6. Memotong kuku.
Terhadap pelanggaran atas keenam
larangan haji di atas dikenakan denda masing-masing dengan memilih alternative
di antara tiga hal, yaitu menyembelih seekor kambing yang sah untuk qurban,
atau puasa tiga hari, atau bersedekah tiga gantang (9,3 liter) makanan kepada
enam orang miskin. Hal ini didasarkan atas firman Allah SWT dalam QS. Al-
Baqarah: 196
“Dan
sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung
(terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sebelihlah) korban yang mudah
didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat
penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di
kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah tas berfidyah, yaitu berpuasa atau
bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah merasa aman, maka bagi siapa yang
ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia
menyembelih), korban yang mudah didapat tetapi jika ia tidak menemukan
(binatang korban atau tidak mampu). Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa
haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah berpulang kembali. Itulah sepuluh
(hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang
yang keluarganya tidak berada di (sekitar) Majidil Haram (orang-orang yang
bukan penduduk kota Mekkah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah sangat keras siksaan-Nya.”
Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa
suatu ketika seseorang mengadu kepada Rasulullah Saw bahwa kepalanya sakit
sewaktu beribadah. Kemudian Rasulullah Saw bersabda: “Cukurlah rambutmu itu dan
sembelihlah seekor kambing, kalau tidak puasalah tiga hari ataubersedekah tiga
gantang korma kepada enam orang miskin” (HR.Ahmad dan Muslim).
7. Mengadakan
akad nikah (nikah, menikahkan atau menjadi wakil dalam akad nikah). Bagi orang
yang melanggar, maka hajinya tidak sah dan harus mengulang tahun depan.
8. Bersetubuh
Hal
tersebut berarti melanggar haji, maka tidak sah hajinya dan harus menyembelih
seekor kambing (menurut dalil yang kuat).
9. Berburu dan membunuh binatang darat yang liar
dan halal dimakan.
Bagi
pelanggar larangan haji ini wajib menggantikan hewan yang senilai dengan
binatang yang diburu/dibunuhnya, atau membayar dengan harga yang senilai dengan
binatang yang diburu/dibunuhnya tersebut kemudian dibelikannya makanan untuk
orang-orang miskin atau berpuasa sebanyak harga binatang tadi, tiap-tiap
seperempat gantang makanan berpuasa satu hari.
Adapun
beberapa kesunatan dalam haji adalah sebagai beriku:
1. Melakukan Haji Ifrad, yaitu melakukan haji
saja tanpa disertai/dibarengi dengan umrah.
2. Membaca doa talbiyah (bagi laki-laki dengan
suara keras, bagi perempuan sekedar didengar oleh dirinya sendiri) selama dalam
ihram sampai melontar jumrah al-aqabah pada hari raya haji. Bacaannya sebagai
berikut: “Ya Allah, aku memenuhi
panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu, ya Allah aku memenuhi panggilan-Mu.
Sesungguhnya segala puji bagI-Mu dan nikmat adalah dari-Mu, Engkaulahyang
menguasai segala sesuatu, tiada sekutu bagi-Mu”.
3. Berdoa setelah membaca talbiyah, yakni dengan
meminta keridhaan Allah, supaya diberi surga dan meminta perlindungan
kepada-Nya dari siksa api neraka.
4. Membaca dzikir sewaktu thafaf (sewaktu di
antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad), sebagaimana yang diajarkan oleh
Rasulullah Saw, yaitu membaca doa sapujagat: “Ya Allah berilah kebaikan kepada kami di dunia dan kebaikan di
akhirat, serta peliharalah kami dari siksa api neraka”.
5. Shalat
dua rakaat sesudah thawaf.
6. Memasuki Ka’bah sebagaimana sabda Rasulullah
Saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwasannya Nabi Saw telah bersabda: “Barang siapa yang masuk ke Baitullah
(Ka’bah), ia telah masuk ke dalam kebaikan, serta ia keluar mendapat ampunan” (HR.
al-Baihaqy).
E. Cara Pelaksanaan Ibadah Haji
Ada
tiga macam cara melaksanakan ibadah haji, yaitu:
1. Haji
Ifrad, yaitu mendahulukan pelaksanaan ibadah haji kemudian mengerjakan ibadah
umrah. Cara pelaksanaan ibadah haji ini lebih baik daripada cara ibadah haji
yang lain. Pelaksanaan cara ini dihukumkan sunnah, dan tidak terkena dam/denda.
Hanya saja pelaksanaannya membutuhkan waktu dan tenaga ekstra, karena harus
menyelesaikan haji terlebih dahulu, baru kemudian melakukan ibadah umrah.
2. Haji
Qiran, yaitu mengerjakan ibadah haji dan umrah secara berbarengan (serentak).
Cara ini dikenakan dam/denda dengan menyembelih seekor kambing yang sah untuk
qurban, atau berpuasa sepuluh hari (tiga hari sewaktu masih melakukan ihram
sampai hari raya haji, tujuh hari dilakukan bila telah sampai di negeri
masing-masing).
3. Haji
Tamattu’, yaitu mendahulukan melakukan
ibadah umrah daripada ibadah haji (di waktu musim haji). Cara pelaksanaan
ibadah haji inipun dikenakan denda. Sebagaimana firman Allah dalam QS.
Al-Baqarah: 196.
F. Hikmah Ibadah Haji
Hikmah
haji dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:
1. Aspek historis-geografis
Ditinjau dari segi ini, ibadah haji
mengandung pelajaran untuk menghargai jasa-jasa para pendahulu, yaitu para Nabi
terdahulu. Bahwa diutusnya Rasulullah
dan salah satu syariatnya adalah ibadah haji menunjukkan penghargaan dan
pelanjut kebrlangsungan ajaran dan jasa-jasa perjuangan Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail serta Siti Hajar, yang telah mendirikan rumah ibadah pertama di muka bumi bagi manusia.
Perjuangan
berat ketiga pendahulunya itu dilestarikan bukan dalam bentuk prasasti atau
peninggalan-peninggalan bentuk fisik, namun dengan menapaktilasi perjalanan
para pendahulunya, yaitu diwujudkan dengan perilaku perbuatan ibadah, sehingga
orang yang menunaikan ibadah haji dapat meraskan langsung perjuangan berat
dalam menunaikan ibadah haji yang pelaksanaannya disamakan dengan jihad
fisabilillah.
Di
samping itu, dalam melaksanakan ibadah haji dapat secara langsung melihat dan
merasakan medan perjuangan Nabi Saw dan para sahabat dalam menegakkan agama
Allah. Menaklukan medan yang berat, yang terdiri dari luasnya padang pasir yang
kering dan tandus. Dengan demikian, akan dapat memotivasi setiap bentuk amaliah
ibadah seberat apapun, hendaknya dilakukan dengan tabah dan penuh kesabaran,
serta selalu penuh harap mendapat pertolongan Tuhan.
2. Aspek sosiologis
Ibadah haji diperuntukkan bagi seluruh
umat Islam sedunia dari berbagai kultur dan ras. Sehingga akan dapat dirasakan
keragaman budaya umat Islam yang diikat dalam satu kesatuan aqidah Islam. Akan
terlihat pula betapa Islam mengajarkan egalitarianism, persamaan derajat HAM.
Maka wajar jika Ka’bah dilambangkan sebagai pemersatu dunia. Banyak orang juga
menyebutkan bahwa pelaksanaan ibadah haji merupakan kongres dunia.
Dengan demikian orang yang telah berhaji
adalah orang yang telah memiliki pengalaman tingkat dunia, telah memiliki
wawasan yang luas, karena telah melihat berbagai macam corak kebudayaan dunia
luar. Maka wajar pula jika para haji setelah pulang ke negerinya masing-masing
menjadi orang yang dihormati dan mendapat tempat yang tinggi dalam masyarakat
namun tetap menjadi orang yang tawadhu karena menghayati pakaian yang dikenakan
sewaktu ibadah haji adalah warna pakaian yang akan dikenakan sewaktu berakhir hidupnya.
Kafan yang berwarna putih, akan dapat mengingatkan bahwa manusia manakala
menghadap Allahkelak, atribut apapun yang disandangya di dunia ini akan
ditinggalkan, hanya ketaqwaan yang akan diperhitungkan di hadapan Allah SWT.
3. Aspek pedagogis
Ibadah haji dapat mendidik manusia untuk
meningkatkan amal perbuatan menjadi lebih baik. Dengan melakukan ibadah haji,
manusia dapat mengambil I’tibar (penjelasan) atas berbagai pengalaman yang
ditemuinya untuk selalu melakukan introspeksi dan evaluasi diri, sehingga
dirinya tidak merasa sebagai orang terbaik, karena ternyata kebaikan yang ada
pada dirinya juga didapatkan pada orang lain, bahkan mungkin orang lain itu
lebih baik dari dirinya.
Dengan
ibadah haji akan memunculkan suatu sifat utama dengan selalu menghargai orang
lain dan mencintainya, sebagaimana menghargai dan mencintai dirinya sendiri.
Pada dirinya akan tertanam suatu sikap menghargai, yang pada akhirnya akan
tercipta suasana penuh kedamaian dalam
kebersamaan. Ibadah haji yang dilaksanakan dengan penuh ikhlas karena Allah SWT
akan memberikan makna penyucian diri secara maksimal.
4. Aspek ekonomis
Ibadah haji merupakan ibadah maliah,
karena umtuk melaksanakan ibadah haji dibutuhkannya biaya yang cukup besar.
Maka secara langsung maupun tidak langsung,
jumlah calon haji yang berangkat dapat dijadikan sebagai indikasi kesejahteraan
masyarakat negeri bersangkutan. Dengan melaksanakan ibadah haji, maka cukup
banyak sector ekonomi masyarakat tergerak dinamis sehingga dapat menambah
kesejahteraan ekonomi mereka, mulai dari masyarakat di negeri sendiri juga
kemakmuran masyarakat negeri Mekkah Mukarramah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Al-hajj secara
etimologi berarti tujuan, maksud dan menyengaja. Dalam arti terminology, haji
berarti bermaksud dengan sengaja mengunjungi Baitullah (Ka’bah) menurut
syarat-syarat dan rukun-rukun yang tertentu, karena memenuhi panggilan Allah
semata. Hukum melaksanakan ibadah haji hanyalah diwajibkan sekali dalam seumur
hidup manusia.
Rukun haji
adalah perbuatan yang harus dikerjakan yang tidak boleh digantikan dengan
satupun. Sehingga jika tertinggal salah satunya mengakibatkan tidak sah
hajinya. Sedangkan wajib haji ialah sesuatu yang harus dikerjakan namun bila
tertinggal salah satunya karena sesuatu hal, boleh diganti dengan membayar dam.
Tata cara pelaksanaan haji harus sesuai dengan syarat, rukun dan wajib haji.
B.
Kritik
dan Saran
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT
yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Penulis sadar sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari
kata sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah
penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin, Slamet. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Ash shiddieqy, Teungku Muhammad
Hasbi. 1998. Pedoman Haji. Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra.
Iman KH, Ma’rifat.,dkk. 2012. Ibadah Akhlak untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Uhamka Press.
Rahman, Nandi. 2002. Ibadah Akhlak. Jakarta: Uhamka Press
Rasyid, H. Sulaiman. 1954. Fiqih Islam. Jakarta: Attahiriyah.
https://www.academia.edu/19759485/HAJI
(diakses pada tanggal 4 April 2020 pukul
19.44 WIB)