Tampilkan postingan dengan label Teknik Pelaksanaan Wakalah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Teknik Pelaksanaan Wakalah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 24 Desember 2020

MATERI WAKALAH (Pengertian,Dasar Hukum Wakalah ,Syarat dan Rukun,Teknik Pelaksanaan Wakalah)

 

Nama : Ma’rifah 

Kelas : 3E

NIM : 63040190181

Jurusan : Manajemen Bisnis Syariah

Makul : Hadist 

Menurut saya wakalah adalah pelimpahan kekuasaan dari seseorang sebagai pihak pertama dan dilimpahkan kepada pihak kedua atas dari nama pihak pertama dengan syarat pekerjaan itu diketahui secara jelas dengan ketentuan dilakukan saat masih hidup. Dan apabila terjadi resiko atau kendala maka yang akan bertanggungjawab adalah pihak pertama. contohnya adalah seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk bertindak sebagai wali nikah dalam pernikahan anak perempuannya. Bisa juga seseorang yang terdakwa dan mewakilkan urusannya kepada pengacara.

 

 WAKALAH

A.    Pengertian Wakalah

Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan wakil (Kasikho, 2000:693). Al-wakalah menurut istilah para ulama didefinisikan sebagai berikut :

1. Golongan Malikiyah: “Seseorang menggantikan (menempati) tempat yang lain dalam hak (kewajiban)"

2. Golongan Hanafiyah:“Seseorang menempati diri orang lain dalam pengelolaan”

3. Golongan Syafi’iyah:"wakalah adalah penyerahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang bisa diwakilkan pelaksanaannya, agar dilaksanakan selagi ia masih hidup."

4. Golongan Hambali:“permintaan ganti seseorang yang didalamnya terdapat penggantian hak Allah dan hak manusia”

5. Imam Taqyuddin Abu Bakr Ibn Muhammad al-Husaini:“Mengumpulkan satu beban kepada beban lain”

B.     Hadist Tentang Wakalah

Sebelum langsung ke haditsnya, ketahuilah bahwasannya ada ayat al- Qur’an yang memperbolehkan wakalah.

Artinya: “dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)”. mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”. berkata (yang lain lagi):“Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.” (Q.S. Al-Kahfi:19)

Ayat tersebut diatas menggambarkan peristiwa perginya salah satu anggota ash-habul kahfi untuk bertindak atas nama teman- temannya sebagai perwakilan dalam melakukan transaksi pembelian makanan. Dalam hal muamalah maka ayat tersebut diatas membicarakan tentang perwakilan dalam bertransaksi, ada solusi yang bisa diambil manakala manusia mengalami kondisi tertentu dalam mengakses atau melakukan transaki yaitu dengan jalan wakalah, menetapkan pekerjaan wakil berupa perginya ia kepada tempat dimana barang tersebut berada (kota), dikenalkannya alat pertukaran transaksi yaitu wariq atau uang perak dan ketentuan (sighat) terhadap barang (taukil) yang akan diadakan serta bolehnya diadakan non-disclossure agreement antara wakil dan muwakil. (Sudiarti, 2018)

1.      Hadits Bukhari

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Salamah bin Kuhail aku mendengar Abu Salamah bin 'Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Ada seorang laki-laki yang datang menemui  Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk menagih apa yang dijanjikan kepadanya. Maka para sahabat marah kepadanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Biarkanlah dia karena bagi orang yang benar ucapannya wajib dipenuhi". Kemudian Beliau berkata: "Berikanlah untuknya seekor anak unta". Mereka berkata: "Wahai Rasulullah, tidak ada kecuali yang umurnya lebih tua". Maka Beliau bersabda: "Berikanlah kepadanya, karena sesungguhnya yang terbaik diantara kalian adalah yang paling baik menunaikan janji".(HR. Al-Bukhari dari Abu Huraira No.2306) (Al-Bukhari, TT).

2.      Hadist Tirmidzi

Wahb bin Jarir, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Salamah bin Kuhail dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa ada seseorang menuntut kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ia berbicara kasar kepada beliau, para sahabat pun berusaha menghentikannya, namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan: "Biarkan ia, karena ia memiliki hak berbicara." Kemudian beliau mengatakan: "Belikanlah seekor unta lalu berikanlah kepadanya." Mereka punmencarinya namun tidak mendapati kecuali seekor unta satu tahun yang lebih baik dari unta satu tahun miliknya. Lalu beliau mengatakan: "Belikanlah lalu berikan kepadanya, karena sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar (hutang atau pinjaman)." Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Salamah bin Kuhail seperti itu. Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih.(HR. Tirmidzi No. 1317) (Al-albany, TT).

3.      Hadist Muslim           

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar bin Utsman Al 'Abdi telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Salamah bin Kuhail dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dia berkata, "Seorang laki-laki pernah menagih hutang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan cara kasar, sehingga menjadikan para sahabat tidak senang. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu bersabda: "Sesungguhnya orang yang berpiutang berhak untuk menagih." Kemudian beliau bersabda: "Belikanlah dia seekor unta muda, kemudian berikan kepadanya." Kata para sahabat, "Sesungguhnya, kami tidak mendapatkan unta yang muda, yang ada adalah unta dewasa dan lebih bagus daripada untanya."Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Belilah, lalu berikanlah kepadanya. Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam melunasi hutang." (HR. Muslim No. 1601) (Muslim, n.d.).

4.      Hadist Ahmad

Telah menceritakan kepada kami 'Affan telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah memberitakan kepadaku Salamah bin Kuhail berkata; aku mendengar Abu Salamah bin Abdurrahman di Mina menceritakan dari Abu Hurairah ia berkata; seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta penuntasan hutang dengan sikap tidak sopan, maka para sahabat pun ingin menghajarnya, tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Biarkanlah ia, karena orang yang mempunyai hak berhak untuk marah, " beliau bersabda: "Belilah seekor unta lalu berikan kepadanya, " para sahabat berkata; "Wahai Rasulullah, kami tidak mendapatkan unta kecuali unta yang umurnya lebih besar dari yang ia punya, " maka beliau bersabda: "Belilah dan berikan kepadanya, karena sesungguhnya orang yang paling baik di antara kalian adalah orangyang paling baik dalam pelunasan hutang." (HR. Ahmad No. 9106)

C.    Penjelasan Hadits-Hadits tentang Wakalah

1.      Dari segi sanad

Melihat dari beberapa hadis tersebut dapat diketahui bersama bahwa periwayatan hadis ini berbagai macam jalur, ada yang bersambung dari Abu Hurairah r.a. diberikan kepada Abu Salamah bin Abdurrahman, kemudian didengar oleh Salamah bin Kuhail, kemudian diberikan kepada Syubah, diceritakan kepada Sulaiman bin Harb. Ada yang dari Abu Hurairah r.a. kepada Abu Salamah kemudian kepada Salamah bin Kuhail kepada Syu‟bah, kemudian diceritakan kepada Wahb bin Jabir, dan seterusnya diceritakan kepada Muhammad bin Al-Mutsanna. Ada juga yang dari Abu Hurairah r.a. kepada Salamah, kemudian kepada Salamah bin Kuhail, kemudian selanjutnya kepada Syu‟bah, diceritakan kepada Muhammad bin Ja‟far, setelah itu diceritakan kepada Muhammad bin Basysyar bin Utsman Al-Abdi. Ada pula yang dari Abu Hurairah r.a. kepada Abu Salamah bin Abdurrahman di Mina, kemudian didengarkan oleh Salamah bin Kuhail, diceritakan kepada Syu‟bah kemudian diceritakan kepada „Affan.

2.      Dari segi kualitas

Dari matan hadis diatas bahwa kualitas hadis yang dari Imam Al- Bukhari adalah shahih. Kemudian kualitas hadis yang dari Imam Muslim adalah shahih. Disamping matannya yang benar, kemasyuran kualitas perawinya pun juga menjadi validitas akan ke-Shahihan- nya.Imam Muslim dan Imam Al-Bukhari sering disebut dengan Ash Shahihain. Apapun kualitas Hadis dari Imam Tirmidzi telah dijelaskan sendiri dalam Hadis tersebut bahwa Hadis ini kualitasnya Hasan Shahih. Dan yang terakhir kualitas dari Hadis Imam Ahmad tersebut diatas belum diketahui oleh penulis akan ke-Shahihan atau ke-Hasanan-nya matan Hadis tersebut, karena dalam kitab beliau tersebut tidak tertulis secara langsung Shahih atau Hasannya matan Hadis tersebut.Akan tetapi menurut penulis Hadis ini adalah shahih karena melihat dari segi materi Hadisnya yang tidak berubah makna.

3.      Asbabul wurud

Hadis ini hadir dikarenakan atau berdasarkan sebab turunnya, yaitu:  Menurut Al-Bukhari, Abu Hurairah menceritakan tentang seorang laki- laki yang berpiutang pada Rasulullah SAW berupa seekor unta yang telah berumur 5 tahun. Laki-laki itu datang menemui beliau untuk penyelesaian utang piutang itu.Maka Nabi meiminta (kepada orang yang memelihara unta beliau) agar menyerahkan kepada laki-laki tersebut seekor unta. Ia berusaha mencar unta yang sama umurnya dengan umur unta milik laki-laki tersebut. Namun tidak seekor pun yang sama umurnya. Yang ada hanya unta yang lebih tua dari unta laki-laki tersebut. Lalu beliau perintahkan agar diserahkan saja seekor unta meskipun lebih tua (yang berarti lebih mahal harganya). Maka laki-laki itupun bertanya : “Apakah engkau hendak menyempurnakan hak ku atau engkau hanya mengharap ganjaran dari Allah?” Rasulullah SAW menjawab: “Sesungguhnya yang sebaik-baik kamu adalah orang yang paling bagus dalam membayar (utangnya).

Dalam al Jami‟ul Kabir, Abdur Raziq meriwayatkan dari Abu Rafi‟, katanya: Nabi pernah berutang kepada seorang laki-laki berupa seekor unta betina yang masih gadis. Kemudian Nabi menerima beberapa ekor unta (yang diserahkan kepada beliau). Aku beliau suruh mengembalikan pinjaman unta itu. Tapi aku tidak memperoleh seekor pun unta gadis, melainkan unta yang umurnya sudah empat tahun. Maka beliau bersaba: “sebaik-baik orang ialah yang paling bagus membayar utang.” Demikian Malik juga meriwayatkannya.

4.      Istinbat hukum

Berdasarkan matan dari Hadis ini : ‘’berikanlah/bayarkanlah) dapat kita ketahui bahwa RasulullahSAW meminta kepada sahabat untuk mewakilkan beliau dalam pemberian atau pembayaran hutang. Hukum dari wakalah diambil berdasarkan dari adanya perwakilan oleh sahabat dalam membayarkan hutang RasulullahSAW kepada seorang laki-laki yang datang menemui beliau tersebut. Dalam Hadis yang lain sebagian dinukil dalam kitab fiqh sunah bahwa wakalah bukan hanya diperintahkan oleh Nabi tetapi Nabi sendiri pernah melakukannya. Nabi pernah mewakilkan kepada Abu Rafi‟ dan seorang Anshar untuk mewakilkannya mengawini Maimunah (Sabiq, 2006). Dari ketiga Hadis diatas dapat diambil kesimpulan bahwa akad wakalah itu dibolehkan dalam syariat Islam, karena telah dipraktikkan oleh RasulullahSAW (Mardani, 2014). Dalam Fatwa DSN-MUI No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang wakalah menyebutkan bahwa mengingat Firman Allah dan Hadis wakalah tersebut memperhatikan pendapat rapat sehingga memutuskan bahwa wakalah boleh dilakukan(MUI, 2014).

D.    Teknis Pelaksanaan Wakalah         

1.      Rukun dan Syarat Wakalah

1.      Orang yang mewakilkan (al-Muwakkil)

a.       Seseorang yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki hak untuk bertasharruf (pengelolaan) pada bidang- bidang yang didelegasikannya. Karena itu seseorang tidak akan sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan haknya.

b.      Pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya, disisi lain juga dituntut supaya pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak atau mukallaf. Tidak boleh seorang pemberi kuasa itu masih belum dewasa yang cukup akal serta pula tidak boleh seorang yang gila. Menurut pandangan Imam Syafi’i anak-anak yang sudah mumayyiz tidak berhak memberikan kuasa atau mewakilkan sesuatu kepada orang lain secara mutlak. Namun madzhab Hambali membolehkan pemberian kuasa dari seorang anak yang sudah mumayyiz pada bidang-bidang yang akan dapat mendatangkan manfaat baginya.

2.      Orang yang diwakilkan (al-Wakil)

1.      Penerima kuasa pun perlu memiliki kecakapan akan suatu aturan- aturan yang mengatur proses akad wakalah ini sehingga cakap hukum menjadi salah satu syarat bagi pihak yng diwakilkan.

2.      Seseorang yang menerima kuasa ini, perlu memiliki kemampuan untuk menjalankan amanahnya yang diberikan oleh pemberi kuasa. ini berarti bahwa ia tidak diwajibkan menjamin sesuatu yang diluar batas, kecuali atas kesengajaanya.

3.      Obyek yang diwakilkan (Taukil).

1.      Obyek mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli, pemberian upah, dan sejenisnya yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang memberikan kuasa.

2.      Para ulama berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah badaniyah, seperti shalat, dan boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah maliyah seperti membayar zakat, sedekah, dan sejenisnya.

3.      Tidak semua hal dapat diwakilkan kepada orang lain. Sehingga obyek yang akan diwakilkan pun tidak diperbolehkan bila melanggar Syari’ah Islam.

4.      Shighat

1.      Dirumuskannya suatu perjanjian antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa. Dari mulai aturan memulai akad wakalah ini, proses akad, serta aturan yang mengatur berakhirnya akad wakalah ini.

2.      Isi dari perjanjian ini berupa pendelegasian dari pemberi kuasakepada penerima kuasa.

3.      Tugas penerima kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan untuk dan atas pemberi kuasa melakukan sesuatu tindakan tertentu.

2.      Pembagian Wakalah

Ada beberapa jenis wakalah, antara lain:

1.      Wakalah al muthlaqah, yaitu mewakilkan secara mutlak, tanpa batasan waktu dan untuk segala urusan.

2.      Wakalah al muqayyadah, yaitu penunjukkan wakil untuk bertindak atas namanya dalam urusan-urusan tertentu.

3.      Wakalah al ammah, perwakilan yang lebih luas dari al muqayyadah tetapi lebih sederhana dari al muthlaqah.Dalam aplikasinya pada perbankan syariah,Wakalah biasanya diterapkan untuk penerbitan Letter of Credit atau penerusan permintaan akan barang dalam negri dari bank luar negeri. Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain.

3.      Praktik wakalah

Akad wakalah terbagi menjadi beberapa macam tergantung sudut pandangnya, seperti ada wakalah ‘aamah dan wakalah khaashah, ada wakalah muthlaqah dan wakalah muqayyadah (terbatas), ada wakalah munjazah dan wakalah mu’allaqah, dan terakhir wakalah bighairi ajr (tanpa upah) dan wakalah bi-ajr (dengan upah). Untuk klasifikasi terakhir ini para ulama sepakat bahwa akad wakalah pada pokoknya adalah akad tabarru’at (sukarela-kebajikan) sehingga tidak berkonsekwensi hukum (ghairu laazimah) bagi yang mewakili (al-wakiil). Namun apabila berubah menjadi wakalah bi-ajr (berupah) maka kondisinya berubah menjadi laazimah (berkonsekwensi hukum) dan tergolong akad barter-ganti rugi (mu’aawadhaat).

1.      Reksa Dana Syariah

Akad antara pemodal dengan manajer investasi dalam investasi menggunakan akad wakalah dengan hak dan mekanisme hubungan sebagaimana diatur dalam Fatwa No. NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syari’ah, yaitu:

a.       Pemodal memberikan mandat kepada Manajer Investasi untuk melaksanakan investasi bagi kepentingan Pemodal, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Prospektus.

b.      Para pemodal secara kolektif mempunyai hak atas hasil investasi dalam Reksa Dana Syari’ah.

c.       Pemodal menanggung risiko yang berkaitan dalam Reksa Dana Syari’ah.

d.      Pemodal berhak untuk sewaktu-waktu menambah atau menarik kembali penyertaannya dalam Reksa Dana Syari’ah melalui Manajer Investasi.

e.       Pemodal berhak atas bagi hasil investasi sampai saat ditariknya kembali penyertaan tersebut.

f.       Pemodal yang telah memberikan dananya akan mendapatkan jaminan bahwa seluruh ananya akan disimpan, dijaga, dan diawasi oleh Bank Kustodian.

g.      Pemodal akan mendapatkan bukti kepemilikan yang berupa Unit Penyertaan Reksa Dana Syariah.

2.      Pembiayaan Rekening Koran Syariah

Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS) adalah suatu bentuk pembiayaan rekening koran yang dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah sebagaimana diatur dalam Fatwa No. 30/DSN- MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah dengan ketentuan sebagai berikut :

1)      Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS) dilakukan dengan wa’d untuk wakalah dalam melakukan:

a.       pembelian barang yang diperlukan oleh nasabah dan menjualnya secara murabahah kepada nasabah tersebut; atau

b.      menyewa (ijarah)/mengupah barang/jasa yang diperlukan oleh nasabah dan menyewakannya lagi kepada nasabah tersebut.

2)      Besar keuntungan (ribh) yang diminta oleh LKS dalam angka 1 huruf a dan besar sewa dalam ijarah kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf b harus disepakati ketika wa’d dilakukan.

3)      Transaksi murabahah kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a dan ijarah kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf b harus dilakukan dengan akad.

3.      Letter Of Credit (L/C) Impor Syari’ah

Letter of Credit (L/C) Impor Syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada Eksportir yang diterbitkan oleh Bank untuk kepentingan Importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah. Akad untuk L/C Impor yang sesuai dengan syariah dapat digunakan beberapa bentuk:

1.      Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:

a.       Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang diimpor;

b.      Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan dokumendokumen transaksi impor;

c.       Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.

2.      Akad wakalah bil ujrah dan qardh dengan ketentuan:

a.       Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.

b.      Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor;

c.       Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.

d.      Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada importer untuk pelunasan pembayaran barang impor.

3.      Akad wakalah bil ujrah dan Mudharabah, dengan ketentuan:

a.       Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah kepada bank untuk melakukan pengurusan dokumen dan pembayaran.

b.      Bank dan importir melakukan akad Mudharabah, dimana bank bertindak selaku shahibul mal menyerahkan modal kepada importir sebesar harga barang yang diimpor. Ketentuan lebih lengkap tentang hal ini diatur dalam Fatwa No.34/DSN-MUI/IX/2002.

4.      Letter Of Credit (L/C) Ekspor Syari’ah

Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada Eksportir yang diterbitkan oleh Bank untuk memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah. Beberapa bentuk akad dalam L/C Ekspor syariah diantaranya:

1.      Akad wakalah bil ujrah dengan ketentuan:

a.       Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;

b.      Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah;

c.       Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam prosentase.

2.      Akad wakalah bil ujrah dan qardh dengan ketentuan:

a.       Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;

b.      Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank);

c.       Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada nasabah eksportir sebesar harga barang ekspor;

d.      Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.

e.       Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad.

f.       Antara akad wakalah bil ujrah dan akad qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq).

3.      Akad wakalah bil ujrah dan mudharabah dengan ketentuan:

a.       Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir;

b.      Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;

c.       Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank).

d.      Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo(usance);

e.       Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat digunakan untuk: pembayaran ujrah; pengembalian dana mudharabah; Pembayaran bagi hasil.

f.       Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase. Ketentuan lebih lengkap tentang hal ini diatur dalam Fatwa No. 35/DSN-MUI/IX/2002.

5.      Asuransi Syariah

Asuransi syariah yang menjalankan akad wakalah bil ujrah menurut fatwa DSN No. 52/DSN-MUI/III/2006 meliputi asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah. ketentuan dalam akad ini diantaranya :

a.       Wakalah bil Ujrah boleh dilakukan antara perusahaan asuransi dengan peserta.

b.      Wakalah bil Ujrah adalah pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan pemberian ujrah (fee).

c.       Wakalah bil Ujrah dapat diterapkan pada produk asuransi yang mengandung unsur tabungan (saving) maupun unsur tabarru’ (non-saving).

 

 

 





MATERI WAKALAH (Pengertian,Dasar Hukum Wakalah ,Syarat dan Rukun,Teknik Pelaksanaan Wakalah)

  Nama : Ma’rifah  Kelas : 3E NIM : 63040190181 Jurusan : Manajemen Bisnis Syariah Makul : Hadist   Menurut saya wakalah adalah peli...