Minggu, 15 November 2020

MATERI RAHN ATAU GADAI (Pengertian,yarat Rukun Rahn,Landasan Hukum Rahn,Jenis-Jenis Rahn)

  

Nama    : Ma'rifah

Kelas     : 3E

Nim       : 63040190181

Matkul  : Hadist

RAHN(GADAI)

A. Pengertian Rahn (Gadai) 

Gadai Syariah sering diidentikkan dengan Rahn yang secara bahasa diartikan al-tsubut wa al-dawam (tetap dan kekal) Sedangkan definisi al-rahn menurut istilah yaitu menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syar’a untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan mengambil seluruh atau sebagaian utang dari benda itu.

Rahn (Gadai) ialah menahan barang yang bersifat materi sebagai jaminan, sebagai jaminan atas pinjaman pada orang -orang atau pada suatu lembaga, sehingga murtahin mendapatkan jaminan untuk diambil kembali seluruh atau sebagian utangnya dari barang gadai tersebut,bilamana pihak rahin tidak bisa membayar utang saat waktu yang sudah disepakati oleh kedua pihak.

B. Landasan Hukum Gadai (Rahn)

1. Al-Qur’an

Firman Allah Azza wa Jalla: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu‟amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang(oleh yang berpiutang).” (QS. Al-Baqarah/2: 283).

Allah Azza wa Jalla menyebutkan “barang” di dalam ayat tersebut, secara eksplisit tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”. Dalam dunia finansial, barang tanggungan biasa dikenal sebagai jaminan atau obyek pegadaian.

2. Al-Hadits

Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo (kredit) dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi.” (HR Bukhari II/729 (no.1962) dalam kitab Al-Buyu‟, dan Muslim III/1226 (no. 1603) dalam kitab Al-Musaqat).

Anas Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menggadaikan baju besinya di Madinah kepada orang Yahudi, sementara Beliau mengambil gandum dari orang tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga Beliau.”(HR. Bukhari II/729 (no. 1963) dalam kitab Al-Buyu‟).

C. Rukun, dan Syarat Gadai (Rahn)

Rukun-rukun gadai (Rahn)
  1. Ijab Qabul (sighat) : Hal ini dapat dilakukan baik dalam bentuk tertulis maupun lisan, asalkan di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai di antara para pihak. Sebab, gadai merupakan perjanjian yang melibatkan harta sehingga perlu dimanifestasikan dalam bentuk pernyataan tersebut seprti halnya jual beli, karena gadai sendiri itu tak jauh berbeda dengan akad jual-beli. Seperti yang telah ditetapkan dalam kaidah fiqh:“Setiap sesuatu yang diperbolehkan untuk dijual maka boleh digadaikan.” Jika ditarik kesimpulan dari kaidah diatas, maka secara tidak langsung ditemukan kesamaan hukum diantara kedua akad yang berbeda tersebut, yakni harus sama-sama menggunakan wazan sighat, yakni Ijab dan Qabul antara Rahin dan Murtahin.
  2. Orang yang bertransaksi (Aqid) : Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang-orang yang bertransaksi gadai yaitu Rahin (pemberi gadai) dan Murtahin (penerima gadai) adalah telah dewasa, berakal sehat, dan atas keinginan sendiri.
  3. Adanya barang yang digadaikan (Marhun) : Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk barang yang akan digadaikan oleh Rahin (pemberi gadai) adalah dapat diserahterimakan, bermanfaat, milik Rahin secara sah, jelas, tidak bersatu dengan harta lain, dikuasai oleh Rahin, dan harta yang tetap atau dapat dipindahkan. Dengan demikian barang-barang yang tidak dapat diperjual-belikan tidak dapat digadaikan.
  4. Hutang (Marhun Bih) : Menurut ulama Syafiiyah syarat sebuah hutang yang dapat dijadikan alas hak atas gadai adalah berupa hutang yang tetap dapat dimanfaatkan , hutang tersebut harus lazim pada waktu akad, hutang harus jelas dan diketahui oleh Rahin dan Murtahin. Sedangkan menurut aturan dasar pegadaian di Indonesia, barang-barang yang dapat digadaikan di lembaga itu hanyalah berupa barang-barang bergerak (gadai dalam KUH Perdata hanyalah berbentuk barang-barang bergerak), tentunya dengan beberapa pengecualian. Pengecualian disini artinya barang yang tidak dapat digadaikan. Barang￾barang tersebut antara lain:
  • Barang milik Negara, seperti sepeda motor dinas, mesin tik kantor.
  • Hewan yang hidup dan tanaman.
  • Segala makanan dan benda yang mudah busuk.
  • Barang yang karena ukurannya besar, tidak dapat disimpan dalam gadaian.
  • Benda yang digadaikan oleh seseorang yang mabuk, atau tidak dapat memberikan
  • keterengan-keterangan tentang barang yang digadaika.

Syarat-Syarat Gadai Syariah (ar-Rahn)

Para ulama fiqh mengemukakan syarat-ayarat gadai sesuai dengan rukun gadai itu sendiri. Dengan demikian, syarat-syarat gadai meliputi:

  1. Syarat yang terkait dengan orang yang berakad adalah cakap bertindak hukum. Kecakapan bertindak hukum, menurut jumhur ulama adalah orang yang baligh dan berakal. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, kedua belah pihak yang berakad tidak disyaratkan baligh, tetapi cukup berakal saja. Oleh sebab itu, menurut mereka, anak kecil yang mumayiz boleh melakukan akad ar-rahn (gadai), dengan syarat akad gadai yang dilakukan anak kecil yang sudah mumayiz ini mendapat persetujuan dari walinya.
  2. Syarat shigat (lafal). Menurut ulama Hanafiyah akad ar-rahn (gadai) itu tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang,karena akad gadai sama dengan akad jual beli. Apabila akad itu dibarengi dengan syarat ertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang, maka syaratnya batal,sedangkan akadnya sah.
  3. Syarat al-marhun bihi (utang) adalah: merupakan hak wajib yang harus dikembalikan kepada orang tempat berutang; utang itu boleh (dapat) dilunasi dengan barang jaminan tersebut; dan utang itu jelas dan tertentu.
  4. Syarat al-marhun (barang yang dijadikan jaminan), menurut para pakar fiqh adalah:
  • Barang jaminan itu adalah barang yang dapat diperjual- belikan.
  • Barang jaminan adalah barang yang memilki nilai ekonomis (mempunyai nilai harta secara hukum syara’).
  • Barang yang dibolehkah oleh syara’ mengambil manfatnya, karenanya khamar tidak dapat dijadikan barang jaminan, disebabkan khamar tidak bernilai harta dan tida bermanfat dalam Islam.
  • Diketahui secara jelas, baik bentuk, jenis maupun nilainya.
  • Barang jaminan itu milk sah orang yang berutang

D. Jenis-jenis Gadai (Rahn)

Gadai jika dilihat dari sah tidaknya akad terbagi menjadi dua yaitu gadai shahih dan gadai fasid adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

  1. Rahn Shahih / lazim, yaitu rahn yang benar karena terpenuhi syarat dan rukunnya. Apabila sebuah akad rahn telah terpenuhi rukun dan syaratnya maka membawa  dampak yang harus dilakukan oleh murtahin dan juga rahin, diantara dampak tersebut adalah: Adanya hutang bagi rahin(penggadai),Penguasaan suatu barang yang berpindah dari rahin kepada murtahin,Kewajiban untuk menjaga barang gadaian bagi murtahin,Biaya-biaya pemeliharaan harta gadai menjadi tanggung jawab rahin, karena itu murtahin berhak untuk memintanya kepada rahin.
  2. Rahn Fasid, yaitu akad rahn yang tidak terpenuhi rukun dan syaratnya. Sedangkan pada rahn yang fasid maka tidak ada hak ataupun kewajiban yang terjadi, karena akad tersebut telah rusak / batal. Para imam madzhab fiqh telah sepakat mengenai ha ini. Karena itu tidak ada dampak hukum pada barang  gadaian, dan murtahin tidak boleh menahannya, serta rahin hendaknya meminta kembali barang gadai tersebut, jika murtahin menolak mengembalikannya hingga barang tersebut rusak maka murtahin dianggap sebagai perampas, karena itu dia berhak mengembalikannya. Jika rahin meninggal dunia sedangkan dia masing berhutang, maka barang gadaian tersebut menjadi hak milik murtahin dengan nilai yang seimbang dengan hutangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MATERI WAKALAH (Pengertian,Dasar Hukum Wakalah ,Syarat dan Rukun,Teknik Pelaksanaan Wakalah)

  Nama : Ma’rifah  Kelas : 3E NIM : 63040190181 Jurusan : Manajemen Bisnis Syariah Makul : Hadist   Menurut saya wakalah adalah peli...